Sabtu, 30 Mei 2009

MENJADI ENTREPRENEUR

“Jauh di dalam diri manusia tinggal kekuatan yang tertidur; kekuatan yang akan mengejutkan dia dan yang belum pernah dia mimpikan untuk dimiliki, kekuatan yang akan mengubah hidup dengan cepat kalau dibagunkan dan diterjemahkan menjadi suatu tindakan” [Orison Sweet Marden]

Bayangkan, jutaan orang setiap hari harus bangun jam 5 pagi, bersiap berangkat ke kantor untuk menggarap pekerjaan paling tidak delapan jam. Setelah itu banyak orang yang mencari pekerjaan part timer untuk menambah penghasilan. Mereka baru terbebas dari kungkungan pekerjaan pada pukul delapan malam. Jam 10 malam baru tiba dirumah, istirahat, kemudian berangkat lagi jam 5 pagi pada keesokan harinya. Hal itu berlangsung 5-6 hari dalam se-pekan, Kapan mereka bisa memeriksa PR anak-anak?
Sebuah logika terbalik yang selama ini sering dijumpai pada masyarakat kita : banyak orang yang merasa minder dan gensi apabila menjadi entrepreneur dibandingkan karyawan biasa.
Membangun bisnis sendiri bisa disikapi sebagai sebuah pembebasan maupun kesempatan. Baik kesempatan untuk mencurahkan perhatian kepada keluarga, maupun kesempatan untuk membangun basis aset yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Jangan terpaku pada pengertian aset dalam bentuk kepemilikan benda bergerak dan tidak bergerak, Yang dimaksud aset di sini adalah sesuatu yang dapat memberi Anda cashflow secara rutin tanpa Anda harus bekerja secara fisik..
Anda hanya perlu kerja keras selama 3 sampai 5 tahun, kemudian setelah terbentuknya sistem, maka Anda dapat menarik napas lega. Orang lain dapat menjalankan sisten itu untuk Anda. Ketika bisnis Anda sudah berjalan, biasanya sistem itu telah bekerja dengan baik. Disisi lain, kebutuhan investasi dasar sudah tercukupi, modal kerja tersedia dalam jumlah yang cukup, dan Anda dapat menarik hasil dari jerih lelah Anda dalam bentuk mendapatkan penghasilan dalam jumlah cukup besar.
Hambatan psikologis yang paling serius untuk memulai memikirkan usaha baru adalah faktor minder dan gensi. Minder mungkin disebabkan oleh inferiority complec, bahwa produk atau jasanya belum cukup bagi konsumen. Gengsi mungkin disebabkan perasaan malu karena berbuat sesuatu “hanya demi tujuan uang”.
Gengsi adalah manejemen citra diri (self-image) untuk memberi kesan pada orang lain, bahwa diri kita adalah “baik-baik saja” atau “tidak ada masalah” Gengsi sesunguhnya berakar dari perasaan rendah diri. Gengsi menyebabkan kita enggan menampilkan diri seperti apa adanya.
Keputusan ada pada ANDA mau BERBISNIS atau TIDAK, tetapi keputusan saya ada disini